SEBUAH CATATAN TENTANG MASA DEPAN PELUKIS SULAWESI UTARA oleh Arie Tulus

"Face > 37"
Arie Tulus, Digital Art 2011





Munculnya nama-nama pelukis baru dalam kancah perjalanan seni lukis Sulawesi Utara akhir-akhir ini, adalah sebagai sebuah peristiwa penting, dan sangat membanggakan. Tinggal bagaimana masing-masing pelukis tersebut mau bikin perjanjian dengan dirinya sendiri. Apakah akan tetap eksis terus hingga menjadikan diri sebagai pelukis professional, atau hanya sekedar hadir sebagai pelukis dalam rangka saja ?
 
Dalam rangka saja? Ya, maksudnya dalam rangka diajak pameran bersama baru tergerak melukis, atau dalam rangka ada orderan lukisan, baru terajak melukis. Bahkan yang sangat menyedihkan sekali jika pada setiapkali ada even pameran bersama, karya yang ditampilkan hanyalah lukisan yang itu-itu saja. Sebuah karya lukis yang sebenarnya sudah pernah dihadir-hadirkan sepuluhan tahun silam? 

Memang perlu juga disadari alat-alat dan bahan cat lukis di daerah Nyiur Melambai ini sangat mahal harganya, tapi bukan berarti itu menjadikan sebuah alasan untuk berhenti melukis, sebab seorang pelukis yang benar-benar kreatif, dan inovatif dia tidak akan terhenti oleh berbagai alasan hingga menjadikan dirinya “mandul” dan tidak produktif lagi, akan  tetapi pelukis tersebut akan dengan gelisahnya mencari alternatif-alternatif lain dengan mencari dan menemukan media lain untuk menyalurkan berbagai kegelisahannya itu kedalam bentuk karya lukisan.
 
Menjadi seorang pelukis professional memang butuh ketekunan dan “iman” yang kuat. Dia akan terus bertahan dengan keyakinannya, tidak hanya bergembira pada suasana-suasana dan kesempatan pameran tunggal maupun bersama hingga pada akhirnya ada karya-karyanya dibeli dengan harga yang tinggi oleh kolektor yang meminatinya. Tapi ia harus, dan mesti bertahan di tengah-tengah kemarau panjang yang mungkin belum juga datang memihak pada keberuntungan lukisan-lukisannya bisa juga diminati dan terjual sesuai harapannya. 

Sesungguhnya masa depan pelukis Sulawesi Utara akan lebih cerah dari hari ini, dimana peluang-peluang menjadi terkenal sangat memungkinkan terjadi dengan adanya berbagai media yang bisa memberi kesempatan secara langsung memperkenalkan diri dan berbagai aktifitas yang sementara dijalani. Terutama karya-karya lukis yang sudah diciptakan untuk diketahui publik.

Media-media online, media social Facebook pribadi maupun group, Twitter, Instagram dan sebagainya adalah sebagai sarana paling cepat, dan paling ampuh yang bisa menjembatani seseorang menjadi pusat perhatian hingga menjadi terkenal. Dengan kata lain media-media seperti ini setidaknya telah menjadi ruang pameran karya terbuka yang bisa disaksikan kapan saja dalam situasi dan waktu yang tidak terbatas oleh ribuan orang yang tersebar disegala penjuru dunia. Tidak hanya disaksikan begitu saja, tapi peluang-peluang secara langsung untuk terjadi transaksi jual beli karya cipta seni lukis itu benar-benar sangat memungkinkan.
 
Lalu, apakah para pelukis Sulawesi Utara baik yang telah duluan ada maupun yang baru berdatangan benar-benar sudah siap untuk dikritik? Apalagi dikritik habis-habisan? Jawabannya belum siap. Sekalipun memang ada yang sudah secara terbuka siap menerima kritikan yang didatangkan oleh siapapun demi meningkatkan kualitas hasil karya, tapi pada kenyataannya belum siap menerima kritikan.

Kritik adalah sebuah istilah yang terbagun dari bahasa Yunani adalah krites yang artinya seorang hakim. Krien artinya menghakimi; criterion  adalah sebagai dasar penghakiman, sedangkan kritikos adalah hakim kesenian (Mamannoor, 2002:39).  Sebuah kritik terkadang memang pedas, bahkan melebih dari pisau dan pedang yang tajam. Karena ktitik tidak sekedar melihat cela, akan tetapi hingga kepada berbagai sendi yang terlihat oleh mata dan rasa yang tidak sesuai dengan harapan-harapan dari seorang kritikos

Dalam hal ini jika sebuah kritik sekalipun tajam dan menohok itu benar-benar ditanggapi dan diterima dengan lapang dada demi sebuah kemajuan diri dalam proses berkarya, atau sebaliknya hanya diam tidak menanggapinya, sebenarnya bukanlah sebuah persoalan besar hingga terkadang bisa berujung kemarahan, dan menyimpan dendam. Tapi lebih kepada kesadaran diri apakah akan lebih memperteguh dalam proses berkarya, atau justru sebaliknya akan dengan sendirinya terhenti hingga beralih keprofesi yang lain?

Maka disinilah juga akan teruji dari waktu ke waktu kehadiran dari segi kuantitas dan kualitas berkarya pelukis-pelukis Sulawesi Utara. Akhirnya, sebuah harapan besar kiranya pelukis-pelukis Sulut yang sekarang ini sudah mulai mendapatkan tempat di mata public secara nasional dan dunia internasional tetap memiliki semangat yang luar biasa dari hari ke hari menciptakan kegembiraan berkarya secara terus menerus dan berkesinambungan demi nama dan kejayaan daerah ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rektor Unima Prof.DR.Julyeta Paulina Amelia Runtuwene,MS Punya Komitmen Berantas Korupsi

EKSPRESI ARTISTIK PANTAI MALALAYANG DAN KALASEI KARYA ARIE TULUS oleh Drs.Meyer Matey.M.Sn.

Martino Rengkuan,S.Pd.Terpilih Sebagai Ketua Pemuda Katolik Komcab Minahasa Periode 2017-2020